Sabtu, 04 Februari 2012

Gedung Minahasaraad

Oleh Bode Grey Talumewo

 Kasiang, ini museum ato penjara, so?” komentar seorang teman saya waktu kami lewat di sampingnya.

Iyo kang?” sahut saya. Memang benar keluhan teman saya. Jeruji pagar besi menjulang tinggi di atas kepala kami. Khas sebuah rumah orang kota yang individualis, ‘anti-sosial’. Bangunan ini diambil alih Pemprov Sulawesi Utara dari Lantamal VIII TNI-AL dengan cara menukar guling dengan sejumlah tanah dan aset Pemprov lainnya.

Gedung ex-Minahasaraad ini terletak di pusat kota Manado, samping tenggara landmark Zero Point Manado, diapit Jl. Sam Ratulangi di sebelah barat dan Jl. Sudirman di sebelah utara, serta di antara Gedung Juang ’45 di timur dan kantor pusat Bank Sulut di seberang barat.

Minahasaraad, atau yang sering diucapkan penduduk “minasarat” adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Minahasa (Minahasaraad, bahasa Belanda dari Dewan Minahasa), dibentuk tahun 1919 oleh Residen Manado F.H.W.J.R. Logeman. Ini tercantum dalam Lembaran Negara Hindia-Belanda 1919 No. 64. Dengan demikian Minahasa menjadi daerah otonom Hindia-Belanda dengan 16 kis-distrik. Memang tahun 1919 Minahasaraad dan Gemeenteraad (Dewan Kota) Manado dibentuk bersamaan berdasarkan locale raden-ordonnantie.

Yapi Tambayong menyebut yang diputuskan dalam sidang Minahasaraad antara lain membuat jalan dan jembatan, membuka lahan kolonisasi, yaitu transmigrasi lokal Minahasa, sehingga MinahasaRaad diplesetkan sebagai dewan ‘tukang bikin jalan’ karena tugasnya berkesan hanya tertumpu pada pembuatan jalan.

Saat dibentuk Ketua Dewan dipegang Residen Manado, namun tahun 1926 diambil alih Asisten-Residen Manado. Anggota Minahasaraad mulanya berjumlah 23 orang (dengan 4 orang Belanda, 18 Minahasa, 1 Cina), kemudian menjadi 41 orang dan tahun 1923 turun jadi 18 orang. Tahun 1934 tercatat ada 29 orang (18 Minahasa), dipilih langsung oleh rakyat dalam 16 distrik pemilihan, dimana 6 orang adalah Kepala-kepala Distrik di Minahasa. Dalam Regerings Almanak 1922 mencantum anggota Dewan: Th.E. Gerungan, A. Inkiriwang, A.J.H.W. Kawilarang, B. Lalamentik, J.E. Lucas, R.E. Lucas, A. Maengkom, J.H. Mononoetoe, J.U. Mangowal, P. Mamesah, P.A. Mandagie, P.L. Momuat, A.F. Najoan, B. Parengkuan, G.J. Palar, H. Pande-Iroot, E. Pelenkahu, G. van Renesse van Duivenbode, E. Rotinsulu, P.F. Ruata, H. Rorimpunu, P.A. Ratulangi, Sie Lae Hoeat, A.H.D. Supit, L. Saerang, R. Sondakh, J. Stormer, J.N. Tambajong, W.F. Tumbuan, Z. Talumepa, A.L. Waworuntu, E.W.J. Waworuntu, J.A.K. Wenas, W.A. Wakkary, A.A. Warokka. Anggota Minahasaraad terakhir tahun 1942 berjumlah 29 orang dengan komposisi 4 Belanda – 24 Minahasa – 1 Cina.

Riwayat gedung Minahasaraad sendiri baru dimulai tahun 1930. Setelah 10 tahun beraktifitas, dewan memutuskan segera menempati gedung tersendiri. Diputuskan akan dibangun di lahan taman penjara Manado, yakni di depan timur kantor Keresidenan Manado (sekarang kantor pusat Bank Sulut), yang dipisahkan oleh Wilhelminalaan, sekarang Jalan Sam Ratulangi.

Mantan Rektor Unsrat Prof. W.J. Waworuntu, menyebut biaya pembangunan gedung Minahasaraad ini diusahakan oleh Dr. G.S.S.J. RatuLangi (1890-1949). Sebelumnya ia menjadi Sekretaris Minahasa Raad tahun 1923-1928. Waktu jadi anggota Volksraad (antara 1928-1937), ia melobi Sultan Kutai di Kalimantan agar meminjamkan sejumlah uang untuk pembangunan gedung ini. Sultan langsung menyetujui pinjaman sebesar f 11.000 gulden kepada Minahasaraad dengan syarat pengembalian harus dicicil per tahun 1000 gulden (cicilan ini baru dilunasi 11 tahun kemudian tahun 1930 hingga 1941). Pembangunan gedung dilaksanakan tahun 1930 dan selesai pada tahun 1933.

Ironisnya, gedung ini tidak maksimal digunakan Dewan. Pemanfaatan gedung ini secara utuh baru terjadi tahun 1945-1946, artinya setelah Perang Dunia II berakhir. Setelah ‘verlopeh minasarat’ (Voorlopige Minahasaraad, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat Minahasa Sementara) semasa NICA, pemanfaatannya dilanjutkan oleh Dewan Minahasa pasca pengakuan kedaulatan RI tahun 1949. Pada masa Pergolakan Permesta tahun 1958-1961 penggunaan gedung kurang maksimal karena beberapa anggota Dewan ikut terlibat Permesta.

Tahun 1962 Pemerintah Daerah Minahasa pindah dari Manado ke Tondano. Gedung Minahasaraad pun dijual kepada Penguasa Perang Daerah (Peperda), dalam hal ini TNI-AL seharga sembilan juta rupiah. Selama lebih dari 20 tahun gedung ini dijadikan Markas Komando TNI-AL Daerah VI hingga menjadi Mako Lanal ini pindah ke Kairagi.

Sesudah itu gedung disewakan oleh pihak TNI-AL sebagai tempat kursus, rumah makan, usaha kecil dan lain-lain. Kondisi bangunan bersejarah ini sempat rusah parah karena dindingnya dibobol sesuka hati para penyewa. Bahkan kondisi sanitasi yang parah, ditambah lokasinya yang berada di pusat kota menyebabkan kompleks gedung seakan tempat pemukiman kumuh di tengah kota Manado. Kondisi ini membuat masyarakat dan sejumlah LSM mendesak pemerintah mengambil alih gedung ini.

Pemerintah Provinsi Sulut pun bersedia mengambil alih dan melakukan tukar guling dengan aset Pemprov yang seharga dengan nilai jual gedung ini, yaitu sekitar 10 milyar rupiah. Apalagi menjelang pelaksanaan WOC, perenovasian gedung ex Minahasaraad satu paket dengan pembuatan Zero Point yang dilakukan Pemkot Manado. Memang pada 11-15 Mei 2009 pemerintah Indonesia menjadi tuan rumah pelaksanaan Konferensi Kelautan Sedunia atau World Ocean Conference dan Coral Triangle Initiative Summit. Kedua kegiatan internasional ini dilaksanakan di Manado, dan didukung PBB, UNEP, UN-Habitat, UNDP, dan UNESCO.

Bulan November 2007 diadakan nego tukar guling Pemprov dengan TNI-AL senilai total 8.082.700.000,-. Gedung ini ditukar dengan tanah Pemprov di Kawiley Minut seluas 10 ha senilai Rp 2.750 juta, dan pagar pengaman tanah tersebut Rp 150 juta, 11 unit kendaraan operasional (merek Toyota) senilai Rp 2.020 juta, tanah di Bumi Beringin Rp 1.082.700 ribu dan gedung mess perwira di atasnya senilai Rp 500 juta, biaya pemeliharaan alat angkut darat bermotor Rp 60 juta. Harga jual ini telah disesuaikan dengan Nilai Jual Objek Pajak tahun 2006.

Awal tahun 2008 gedung ex-Minahasaraad dikosongkan dari para penyewa untuk direnovasi. Namun pemagaran gedung dengan seng sempat menjadikan lokasi ini sebagai tempat mesum, tempat belajar hubungan seks para anak muda sehingga Poltabes Manado pada Kamis, 8 Mei 2008 menertibkan dan menciduk puluhan anak punk di dalam gedung yang sedang asyik pesta miras.

Kini kondisi gedung sudah tertata rapi dengan harapan gedung ini segera menjadi sebuah museum sekaligus ikon sejarah perjalanan demokrasi bangsa Minahasa pada khususnya dan daerah Sulawesi Utara pada umumnya.

0 komentar:

Posting Komentar